Sabtu, 25 April 2015 0 komentar

TUGAS KULIAH



NAMA MATA KULIAH : PERKEMBANGAN MODERN DUNIA ISLAM
DOSEN:   1.   Dr.H.M. Arfah Shidiq, MA
                   2.   Dr. H. Nukman, MA

JUDUL-JUDUL MAKALAH:
1.       Muhammad Ali Pasha: Usaha dan gerakan pembaharuannya (JUSRIADI)
2.       Jamaluddin Al-Afgani: Pan-Islamisme dan ide lainnya. (MUH. SALEH)
3.       Muhammmad Rasyid Ridha: Ide pembaharuannya. (MUDDAIN R)
4.       Ali Abd Raziq: Khilafah, Pemerintahan, dan Negara dalam Islam (MUH. HASBI)
5.       Jamal Abd Nashir: Nasionalisme Sosialisme Arab (WAHYUNI)
6.       Sultan Mahmud II: Gagasan Pembaharuannya (RADIATUN MARDIAH)
7.       Usmani Muda: Konstitusi 1876. (WAHYUDDIN)
8.       Republik Turki: Gerakan kembali ke Islam (LA OGE)
9.       Sayyid Ahmad Khar: Ide-ide Pembaharuannya. (MISDAH)
1.   Sayid Ameer Ali: Islam Rasional dan Metode Perbandingan (HERIADI)
11.   Abdul A’la al-Mawdudi: Teodemokrasi (IKHWAN)
12.   Syarikat Islam: Gerakan Pembaharuan Politik Islam (MU’MIN)
13.   Harun Nasution: Islam Rasional (FAJRI DWIYAMA)
14.   Munawir Syadzali: Reaktualisasi Hukum Islam (ABDULLAH)
15.   Abd. Rahman Wahid (Gusdur): Hubungan Agama dan Negara. (ZAINAL)


NAMA MATA KULIAH : SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
DOSEN:   1.   Prof.Dr.H.A. Rahim Yunus, MA
                   2.   Dr. Hj. Nurul Fuadi, MA

JUDUL-JUDUL MAKALAH:
1.       Nabi Muhammad saw. (faktor-faktor keberhasilan dalam menyampaikan dakwahnya).<JUSRIADI>
2.       Khulafaur Rasyidin: Pembentukan negara khilafah dan perkembangan Islam sebagai kekuatan politik. <MUH. SALEH>
3.       Khilafah Bani Umaiyyah (Pembentukan dan Perkembangan Peradaban Islam). <MUDDAIN>
4.       Khilafah Bani Abbasiyah (Pembentukan dan Perkembangan Peradaban Islam). <WAHYUNI>
5.       Perkembangan Peradaban Islam pada masa pemerintahan negara-negara Independen bagian Barat Bagdad (Idrisiyah, Aglabiah, Thuluniyah, dan Ikhsidiyah). <RADIATAN MARDIAH>
6.       Perkembangan Peradaban Islam pada Masa Dinasti Buwaihi dan Dinasti Saljuk. <WAHYUDDIN>
7.       Perkembangan Peradaban Islam pada masa Dinasti Fatimiyah. <LA OGE>
8.       Perkembangan Peradaban Islam pada masa dinasti Islam di Spanyol. <MISDAH>
9.       Perkembangan Peradaban Islam pada masa kerajaan Murabhithun dan kerajaan Muwahhidun. <HERIADI>
10.   Perang salib (latar belakang dan dampak yang ditimbulkan). <IKHWAN>
11.   Serangan bangsa Mongol di dunia Islam (Jengis Khan dan Hulagu Khan). <MU’MIN>
12.   Kerajaan Turki Utsmani (Pembentukan dan Perkembangan Peradaban). <FAJRI DWIYAMA>
13.   Kerajaan Safawiyah (Pembentukan dan Perkembangan Peradaban). <ZAINAL>
14.   Kerajaan Mughal (Pembentukan dan Perkembangan Peradaban). <ABDULLAH>
15.   Dunia Islam di bawah Kolonialisme Barat (faktor penyebabnya). <     >
16.   Kemerdekaan negara-negara Islam dalam bentuk negara-negara bangsa. <      >
Selasa, 21 April 2015 0 komentar
TES TES TES
Sabtu, 18 April 2015 1 komentar
Tes
0 komentar

Pengaruh Filsafat Al-Kindi Terhadap Duni Islam

IMPLEMENTASI IJTIHAD DALAM
PENERAPAN HUKUM SYARAK





DISUSUN OLEH :
I K H W A N



TUGAS MATA KULIAH :
METODE PENULISAN KARYA ILMIAH
DOSEN :
DR. H.M. ARIEF HALIM, MA
DR. H.M. ISHAQ SAMAD, MA



PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2015














































KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, kami ingin mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberi nikmat pada kami sehingga Makalah ini dapat diselesaikan. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan Makalah ini dan berbagai sumber yang telah kami pakai. Kami mengakui bahwa kami adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula  dengan makalah ini yang telah kami selesaikan. Tidak semua hal dapat kami deskripsikan dengan sempurna dalam makalah ini. Kami melakukannya semaksimal  mungkin dengan kemampuan yang kami miliki, karena kami juga memiliki keterbatasan kemampuan.
Maka dari itu seperti yang telah dijelaskan bahwa penulis memiliki keterbatasan dan juga kekurangan, penulis bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca yang budiman. Penulis akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan yang dapat memperbaiki makalah kami di masa datang. Semoga makalah berikutnya dan makalah yang lain dapat diselesaikan dengan hasil yang lebih baik.
Dengan menyelesaikan makalah ini penulis mengharapkan banyak manfaat yang dapat dipetik dan diambil dari makalah ini. Semoga dengan adanya materi dalam makalah ini dapat menambah wawasan kita semua.

Banda Aceh, 22 Juni 2014
Penulis


Maksalmina




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................      i
DAFTAR ISI ........................................................................................................     ii
BAB SATU   : PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang Masalah..................................................................    1
B.            Rumusan Masalah...........................................................................    2
C.            Tujuan Penelitian.............................................................................   2
                  
BAB DUA     : PEMBAHASAN.........................................................................    3
A.           Biografi Al-Kindi............................................................................    3
B.            Pemaduan filsafat dan agama menurut Al-Kindi...........................    4
C.            Konsep filsafat ketuhanan menurut Al-Kindi.................................    6
D.           Konsep filsafat jiwa menurut Al-Kindi..........................................    7
E.            Pengaruh Filsafat Al-Kindi terhadap dunia Islam..........................    9

BAB TIGA   : PENUTUP...................................................................................    11
A.    Kesimpulan........................................................................................    11

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................    12


BAB SATU
PENDAHULUAN

Falsafat atau filsafat adalah merupakan kata yang berasal dari bahasa yunani yaitu philosophia sebagai gabungan dari philein yang berarti ”cinta“ dan shoppos yang berarti “hikmah“. Kemudian philosophia masuk kedalam bahasa arab menjadi falsafat yang berarti cara berfikir menurut kogika dengan bebas, sedalam-dalamnya sampai kepada dasar persoalan.
Dari segi praktisnya berfilsafat berarti “berfikir“ . filsafat berarti “alam fikiran“ atau alam berfikir”. Namun demikian tidak semua berfikir berarti berfilsafat.
Sidi Gazalba mengartikan “berfilsafat“ berarti mencari kebenaran untuk kebenaran tentang segala sesuatu yang dimasalahkan, berfikir secara radikal, sistematis,dan universal. Dapatlah dikatakan bahwa intisari filsafat ialah berfikir secara logika dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma dan agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan.
Agama yang berarti menguasai diri seorang dan membuat ia tunduk dan patuh kepada tuhan dengan menjalankan ajaran agama. intisari yang terkandung didalamnya adalah “ ikatan“. Agama mengandung arti ikatan-ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Karena mempunyai pengaruh dalam aktivitas manusia. Dan ikatan itu, mempunyai kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap dengan panca indra.
Filsafat bagi al-kindi ialah pengetahuan tentang yang benar. Disinilah terdapat persamaan filsafat dan agama. Tujuan agama ialah menerangkan apa yang benar apa yang baik.demikian halnya filsafat. Agama, disamping wahyu, mempergunakan akal,dan filsafat juga menggunakan akal. Yang benar pertama bagi Al-Kindi ialah Tuhan dan filsafat yang paling tinggi ialah filsafat tentang Tuhan. Bahkan Al-Kindi berani mengatakan bagi orang yang menolak filsafat, telah mengingkari kebenaran, dan menggolongkannya kepada “kafir”, karena orang-orang tersebut telah jauh dari kebenaran, walaupun menganggap dirinya paling benar. Karena keselarasan antara filsafat dan agama didasarkan pada tiga alasan:(1) ilmu agama merupakan bagian dari filsafat, (2) wahyu yang diturunkan kepada nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian dan,(3) menurut ilmu, secara logika, diperintahkan dalam Agama.
Filsafat Islam memiliki karakteristik yang berbeda dengan filsafat mana pun di dunia. Lahirnya filsafat didasarkan pada Alquran sebagai sumber dorongan dan sumber informasi. Akan tetapi, banyak kesalah fahaman dan anggapan bahwa filsafat Islam itu bertentangan dengan Alquran dan hadis. Padahal, yang dibicarakan di dalamnya adalah masalah-masalah yang belum ditemukan dan masih bisa di cari kebenarannya tentunya yang bersumber dari Alquran dan hadis.
Terkait dengan hal diatas maka perlu di ungkapkan beberapa bentuk dari filsafat Islam yang juga terlahir dari khasanah pemikiran orang-orang Islam. Salah satu contoh filosof dari orang Islam adala Al-Kindi yang akan di jelaskan lanjut di dalam pembahasan di bawah ini.

B.        Rumusan Masalah
1.         Bagaimana biografi Al-Kindi?
2.         Bagaimana pemaduan filsafat dan agama menurut Al-Kindi?
3.         Bagaimana konsep filsafat ketuhanan menurut Al-Kindi?
4.         Bagaimana konsep filsafat jiwa menurut Al-Kindi?
5.         Bagaimana pengaruh Filsafat Al-Kindi terhadap dunia Islam?
                                                                                               
C.        Tujuan Penulisan
1.         Untuk menjelaskan bagaimana biografi Al-Kindi?
2.         Untuk menjelaskan bagaimana pemaduan filsafat dan agama menurut Al-Kindi?
3.         Untuk menjelaskan  bagaimana konsep filsafat ketuhanan menurut Al-Kindi?
4.         Untuk menjelaskan  bagaimana konsep filsafat jiwa menurut Al-Kindi?
5.         Untuk menjelaskan  bagaimana pengaruh Filsafat Al-Kindi terhadap dunia Islam?



BAB DUA
PEMBAHASAN
A.        Biografi Al-Kindi
Al-Kindi, nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’cup Ibnu Ishaq Ibnu Al-Shabbah Ibnu Imron Ibnu Muhammad Ibnu Asy’as Ibnu Qais Al-Kindi. Al-Kindi dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H (801 M) dari keluarga kaya dan terhormat. Sedikit sekali informasi yang kita peroleh tentang pendidikannya. Ia pindah dari Kufah ke Basrah, sebuah pusat studi bahasa dan teologi Islam. Kemudian selagi masih muda, ia menetap di Baghdad, ibu kota kerajaan Bani Abbas, yang juga sebagai jantung kehidupan intelektual pada masa itu.[1]
Ia sangat tekun mempelajari berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu, tidaklah heran ia dapat menguasai ilmu astronomi, ilmu ukur, ilmu alam, astrologi, ilmu pasti, ilmu seni musik, meteorology, optika, kedokteran, matematika, filsafat, dan politik. Penguasaannya terhadap filsafat dan disiplin ilmu lainnya telah menempatkan ia menjadi orang Islam pertama yang berkebangsaan Arab dalam jajaran para filosof terkemuka. Karena itu pulalah ia dinilai pantas menyandang gelar Failasuf al ‘Arab (filosof berkebangsaan Arab).
Al-Kindi hidup di era kejayaan Islam Baghdad di bawah kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Tak kurang dari lima periode khalifah dilaluinya yakni, Al-Amin, Al-Ma’mun, Al-Mu’tasim, Al-Wasiq dan dan Mutawakkil. Al-Kindi termasuk seorang yang kreatif dan produktif dalam kegiatan tulis menulis. Untuk lebih jelasnya di bawah ini dikemukakan beberapa karya tulis Al-Kindi.[2]
1. Fi al falsafat al-‘Ula
2. Kitab al-Hassi ‘ala Ta’allum al-Fasafat
3. Risalat ila al-Ma’mun fi al-‘illat wa Ma’lu
4. Risalat fi Ta’lif al-A’dad
Unsur-unsur filsafat pada pemikiran al-kindi ialah:

1.      Aliran Pythagoras tentang matemaika sebagai jalan kearah filsafat
2.      Pikiran-pikiran Aristoteles dalam soal-soal fisika dan metafisika meskipun al-kindi tidak sepakat dengan Aristoeles tenang qadimnya alam.
3.      Pikiran-pikiran Plato salam soal kejiwaan.
4.      Pikiran-pikiran Plato dan Aristoteles bersama-sama dalam soal etika.
5.      Wahyu dan iman (ajaran –ajaran agama) dalam soal-soal yang berhubungan dengan Tuhan dan sifat-sifat-Nya.
6.      Aliran Mu’tazilah dalam memuja kekuatan akal manusia dan dalm menakwilkan ayat-ayat Quran.

B.        Pemaduan Filsafat dan Agama
Salah satu usaha Al-Kindi memperkenalkan filsafat ke dalam dunia Islam dengan cara mengetuk hati umat supaya menerima kebenaran walaupun dari mana sumbernya. Menurutnya, mengakui kebenaran tidak ada sesuatu yang lebih tinggi nilainya selain kebenaran itu sendiri dan tidak pernah meremehkan dan merendahkan martabat orang yang menerimanya.[3]
Al-Kindi adalah orang Islam yang pertama yang mengupayakan pemaduan atau keselarasan antara filsafat dan agama, atau antara akal dan wahyu. Menurutnya keduanya tidaklah bertentangan karena masing-masing marupakan ilmu tentang kebenaran. Sedangkan kebenaran itu adalah satu (tidak banyak). Ilmu filsafat meliputi ketuhanan, keesaannya, dan keutamaan serta ilmu-ilmu yang mengajarkan bagaimana jalan memperoleh apa-apa yang bermanfaat. Hal seperti ini juga dibawa oleh para Rasul Allah dan juga mereka menetapkan keesaan Allah dan memastikan keutamaan yang diridloi-Nya.
Usaha yang ia lakukan cukup menarik dan bijaksana. Ia mulai membicarakan kebenaran. Menurutnya kita tidak boleh malu untuk mengakui kebenaran dan mengambilnya, dari manapun datangnya, meskipun dari bangsa lain ataupun orang asing.[4] Sesuai dengan anjuran agama yang mengajarkan bahwa kita wajib menerima kebenaran dengan sepenuh hati tanpa mempersoalkan sumbernya, sekalipun sumber tersebut dari orang asing. Kemudian, usaha berikutnya ia masuk pada persoalan pokok, yakni filsafat. Dalam usaha pemaduannya ini,
Al-Kindi juga membawakan ayat-ayat Alquran. Menurutnya menerima dan mempelajari filsafat sejalan dengan Alquran yang memerintahkan pemeluknya untuk meneliti dan membahas segala fenomena di alam semesta ini. Di antara ayat-ayatnya adalah sebagai berikut:
“Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan.” (Al Hasyr: 2)
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan” (Al-Baqarah: 164).
Dengan demikian, Al-Kindi telah membuka pintu bagi penafsiran filosof terhadap Alquran, sehingga menghasilkan persesuaian antara wahyu dan akal serta antara filsafat dan agama. Lebih lanjut ia kemukakan bahwa pemaduan antara filsafat dan agama didasarkan pada tiga alasan berikut.[5]
1. Ilmu agama merupakan bagian dari filsafat.
2. Wahyu yang diturunkan kepada Nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian.
3. Menuntut ilmu, secara logika, diperintahkan dalam agama.
Al-Kindi juga mengemukakan perbedaan antara filsafat dan agama sebagai berikut:[6]
a.       Filsafat adalah ilmu kemanusiaan yang dicapai oleh filosof dengan berpikir, belajar, dan usaha manusiawi. Sementara itu, agama adalah ilmu ketuhanan yang menempati peringkat tertinggi karena diperoleh tanpa proses belajar, berpikir, dan usaha manusiawi, melainkan hanya dikhususkan bagi para Rasul yang dipilih Allah dengan mensucikan jiwa mereka dan memberinya wahyu.
b.      Jawaban filsafat menunjukkan ketidakpastian (semu) dan memerlukan pemikiran atau perenungan. Sementara itu, agama (Alquran) jawabannya menunjukkan kepastian (mutlak benar) dan tidak memerlukan pemikiran atau perenungan.
c.       Filsafat menggunakan metode logika sedangkan agama menggunakan metode keimanan.
Kesimpulannya, Al-Kindi merupakan pionir dalam melakukan usaha pemaduan antara filsafat dan agama atau antara akal dan wahyu. Ia melapangkan jalan bagi Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusd yang dating kemudian. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Al-Kindi telah memainkan peran penting di pentas filsafat Islam.


C.        Fisafat Ketuhanan
Pandang Al-Kindi tentang ketuhanan sudah disesuaikan dengan ajaran Islam. Hal ini bertentangan dengan pendapat-pendapat filosof Yunani sebelumnya. Al-Kindi berpendapat bahwa Tuhan itu ada (wujud) yang sebenar-benarnya, bukan berasal dari tiada kemudian ada. Ia mustahil tidak ada dan selalu ada dan akan ada selamanya. Tuhan adalah wujud yang sempurna dan tidak didahului wujud yang lain. Wujud-Nya tidak berakhir, sedangkan wujud lain disabakan wujud-Nya. Ia Maha Esa dan tidak dapat dibagi-bagi dan tidak ada zat lain yang menyamai-Nya dalam segala aspek. Ia tidak melahirkan dan dilahirkan. Dan Tuhan yang Maha Esa itu adala Allah.
Menrut Al-Kindi benda-benda yang ada di alam ini mepunyai dua hakikat yaitu hakikat juz’iyyah atau aniyah (sebagian) dan hakikat kulliyah atau mahiyyah (keseluruhan).[7] Allah dalam filsafat AI-Kindi, tidak mempunyai hakikat dalam arti 'aniah dan mahiah. Tidak 'aniah karena Allah bukan benda yang mempunyai sifat fisik dan tidak pula termasuk dalam benda-benda di alam ini. Allah tidak tersusun dari mater dan bentuk. Akan tetapi, Allah juga tidak mempunyai hakikat dalam bentuk mahiyah. Bagi Al-Kindi, Allah adalah unik. Ia hanya satu dan tidak ada yang setara dengan-Nya. Dialah Ying Benar Pertama (al-Haqq al-Awwal) dan Yang Benar Tunggal (al-Haqq al-Wahid). Selain dari-Nya, semuanya mengandung arti banyak.[8]
Sesuai dengan paham yang ada dalam Islam, Allah bagi Al-Kindi, adalah Pencipta alam semesta dan mengaturnya, yang disebut dengan ibda'. Pendapatnya ini berbeda dengan pandangan Aristoteles yang mengatakan bahwa Allah sebagai Penggerak Pertama yang tidak bergerak. Di sini terlihat Al-Kindi sekalipun terpengaruh oleh filsafat Yunani, ia tidak begitu saja menerima ide-ide yang ada di dalamnya, tetapi ia menyesuaikannya. dengan ajaran Islam. Untuk membuktikan adanya Allah, Al-Kindi memajukan tiga argumen:
1. Baharunya alam
2. Keanekaragaman dalam wujud
3. Kerapian alam.
Tentang dalil atau argumen baharunya alam telah lazim dikenal di kalangan kaum teolog sebelum Al-Kindi. Akan tetapi, Al-Kindi mengemukakannya secara filosofis. Ia berangkat dari pertanyaan, apakah mungkin sesuatu menjadi sebab bagi wujud dirinya? Dengan tegas Al-Kindi menjawab, bahwa itu tidak mungkin karena alam ini mempunyai permulaan waktu dan setiap yang mempunyai permulaan akan berkesudahan. Justru itu setiap benda, ada yang menyebabkan wujudnya dan mustahil benda itu sendiri yang menjadi sebabnya. Ini berarti bahwa alam semesta baharu dan diciptakan dari tiada oleh yang menciptakannya, yakni Allah.[9]
Tentang argumen yang kedua, keanekaragaman dalam wujud, kata Al-Kindi dalam alam empiris ini tidak mungkin ada keanekara­gaman tanpa keseragaman atau sebaliknya. Terjadinya keanekaragaman dan keseragaman ini bukan secara kebetulan, tetapi ada yang menyebabkan atau yang merancangnya. Sebagai penyebabnya mustahil alam itu sendiri, dan jika alam yang menjadi sebabnya akan terjadi rangkaian yang tidak akan habis-habisnya. Sementara itu, sesuatu yang tidak berakhir tidak mungkin terjadi. Justru itu, sebabnya harus yang berada di luar alam sendiri, yakni Zat Yang Maha Baik, Maha Mulia, dan lebih dahulu adanya dari alam, yang disebut dengan Allah SWT.[10]
Dalam uraian di atas, Al-Kindi menyebut dua sebab: pertama, sebab yang sebenarnya dan aksinya adalah ciptaan dari ketiadaan. Ia adalah Allah Yang Maha Esa, Pencipta Tunggal alam semesta. Kedua, sebab yang tidak sebenarnya. Sebab ini adanya lantaran, sebab lain dan sebab-sebab itu sendiri adalah sebab-sebab dari efek-efek lain. Sebab-sebab seperti ini jelas berkehendak dan membutuhkan yang lain tanpa berkesudahan. la bukanlah dinamakan sebab yang menciptakan alam ini.
Tentang argumen yang ketiga, kerapian alam, Al-Kindi menegaskan bahwa alam empiris ini tidak mungkin teratur dan terkendali begitu saja tanpa ada yang mengatur dan mengendalikannya. Pengatur dan pengendalinya tentu yang berada di luar alam dan tidak sama dengan alam. Zat itu tidak terlihat, tetapi dapat diketahui dengan melihat tanda-tanda atau fenomena yang terdapat di alam ini. Zat itulah yang disebut dengan Allah SWT.[11]

D.        Filsafat Jiwa
Kaum filosof Muslim memakai kata jiwa (al-nafs) pada apa yang diistilahkan Alquran dengan al-ruh. Kata ini telah masuk ke dalam bahasa Indonesia dalam bentuk nafsu, nafas, dan roh. Akan tetapi, kata nafsu dalam pemakaian sehari-hari berkonotasi dengan dorongan untuk melakukan perbuatan yang kurang baik sehingga kata ini sering dirangkaikan menjadi satu dengan kata hawa, yakni hawa nafsu.
Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad SAW tidak menjelaskan secara tegas tentang roh atau jiwa. Bahkan Al-Quran sebagai sumber pokok ajaran Islam menginformasikan bahwa manusia tidak akan mengetahui hakikat roh karena itu adalah urusan Allah dan bukan urusan manusia (pada surah Al-Isra’: 85) Justru itu, kaum filosof Muslim membahas jiwa mendasarkannya pada filsafat jiwa yang dikemukakan para filosof Yunani, kemudian mereka selaraskan dengan ajaran Islam.
Sebagaimana jiwa dalam filsafat Yunani, Al-Kindi juga mengatakan bahwa jiwa adalah jauhar basith (tunggal, tidak tersusun, tidak panjang, dalam, dan lebar). Jiwa mempunyai arti penting, sempurna, dan mulia. Substansinya berasal dari substansi Allah. Hubungannya dengan Allah sama dengan hubungan cahaya dengan inatahari. Jiwa mempunyai wujud tersendiri, terpisah, dan berbeda dengan jasad atau badan. Jiwa bersifat rohani.[12]
Argumen tentang bedanya jiwa dengan badan, menurut Al-Kindi ialah jiwa menentang keinginan hawa nafsu. Apabila nafsu marah mendorong manusia untuk melakukan kejahatan, maka jiwa menentangnya. Hal ini dapat dijadikan indikasi bahwa jiwa sebagai yang melarang tentu tidak sama dengan hawa nafsu sebagai yang dilarang.
Al-Kindi menolak pendapat Aristoteles yang mengatakan bahwa jiwa manusia sebagaimana benda-benda, tersusun dari dua unsur, materi dan bentuk. Materi ialah badan dan bentuk ialah jiwa manusia. Hubungan jiwa dengan badan sama dengan hubungan bentuk dengan materi. Bentuk atau jiwa tidak bisa mempunyai wujud tanpa materi atau badan dan begitu pula sebaliknya materi atau badan tidak pula bisa wujud tanpa bentuk atau jiwa.
Dalam hal ini pendapat Al-Kindi lebih dekat pada pendapat Plato yang mengatakan bahwa kesatuan antara jiwa dan badan adalah kesatuan acciden, binasanya badan tidak membawa binasa pada jiwa.
Al-Kindi juga menjelaskan bahwa pada jiwa manusia terdapat tiga daya yaitu daya bernafsu yang terdapat di perut, daya marah yang terdapat di dada, dan daya pikir yang berpusat dikepala.[13] Al-Kindi dalam risalahnya menjelaskan akal. la gambarkan akal sebagai suatu potensi sederhana yang dapat mengetahui hakikat-hakikat sebenarnya dari benda-benda. Akal, menurutnya, terbagi menjadi tiga macam yaitu:[14]
1. Akal yang selamanya dalam aktualitas. Akal pertama ini berada di luar jiwa manusia, bersifat Ilahi, dan selamanya dalam aktualitas. Karena selalu berada dalam aktualitas, akal inilah yang membuat akal yang bersifat potensi dalam jiwa manusia menjadi aktual. Sifat-sifat akal ini ialah sebagai berikut:
a. Ia adalah Akal Pertama
b. Ia selamanya dalam aktualitas
c. Ia membuat akal potensial menjadi aktual berpikir
d. Ia tidak sama dengan akal potensial, tetapi lain daripadanya

2. Akal yang bersifat potensial, yakni akal murni yang ada dalam diri manusia yang masih merupakan potensi dan belum menerima bentuk-bentuk indrawi dan yang akali.

3. Akal yang bersifat perolehan. Ini adalah akal yang telah keluar dari potensialitas ke dalam aktualitas, dan mulai memperlihatkan pemikiran abstraksinya. Akan perolehan ini dapat dicontohkan dengan kemampuan positif yang diperoleh orang dengan belajar, misalnya tentang bagaimana cara menulis.

E.        Pengaruh Filsafat Al-Kindi Terhadap Dunia Islam
Al-Kindi sebagai kunci pertama pembuka gerbang filsafat dunia islam. Melalui usahanya ini Al-Kindi berhasil membuka jalan bagi kaum muslimin untuk menerima filsafat. Al-Kindi memiliki pengaruh dan kostribusi besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di dunia islam. Sejarah membuktikan, prestasi yang telah di ukir Al-Kindi menjadikan dirinya dinobatkan sebagai filosof muslim kenamaan yang sejajar dengan para pemikir raksasa lainnya. Ia adalah filosof pertama islam yang menyelaraskan agama dengan filsafat.
Ia melicinkan jalan bagi al-farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rusyd. Ia memberikan dua pandangan yang berbeda. Yang pertama mengikuti jalur ahli logika, dan memfilsafatkan agama. Yang kedua, memandang agama sebagai ilmu ilahiyah dan menempatkannya di atas filsafat. Ilmu ilahiyah diketahui lewat jalur para nabi. Tetapi melalui penafsiran para filosofis, agama jadi selaras dengan filsafat. Kebesaran Al-Kindi telah dibuktikan dengan pengaruh Al-Kindi terhadap kemajuan peradaban islam, kemajuan ilmu pengetahuan di dunia islam yang dipelopori oleh Al-Kindi ini telah mengantarkan Al-Kindi dan karya-karyanya menghiasi kerajaan Al- Mu’tasim. Pemikiran Al-Kindi telah banyak menginspirasikan banyak para pemikir lain pada masa itu. Hal itu dibuiktikan oleh Gerad dari Cremona ke dalam bahasa latin. Karya-karya itu sangat mempengaruhi Eropa pada abad pertengahan.[15]



BAB TIGA
PENUTUP
A.                Kesimpulan
Sebagaimana telah diketahui, Al-Kindi banyak mempelajari filsafat Yunani, maka dalam pemikirannya banyak kelihatan unsur-unsur filsafat Yunani itu. Oleh karena pemikiran Al-Kindi banyak mendapat pengaruh filsafat Yunani, maka sebagian penulis berpendapat bahwa al-Kindi mengambil alih seluruh filsafat Yunani.
Tetapi bila pemikirannya dipelajari dengan seksama, tampak bahwa pada mulanya Al-Kindi mendapat pengaruh pikiran filsafat Yunani, tetapi akhirnya ia mempunyai posisi sendiri. Yang diadopsi oleh al-Kinī adalah peminjaman istilah seperti istilah Filsafat Pertama oleh al-Kindī dalam karyanya dinamakan al-Falsafah al-‘Ūlā, sifat Tuhan diungkapkan dengan ungkapan-ungkapan negative, serta pembagian alam atas dan alam bawah, agen pertama sebagai Sebab Pertama adalah teori yang diambil dari Neoplatinus. Kesimpulan genaralnya, yang dilakukan al-Kindi adalah adapsi, buktinya ia memiliki gagasan-gagasan baru yang ternyata bersebrangan dengan Aristoteles. Ternyata, sumber utama perbedaaan tersebut pada aspek yang sangat elementer dalam filsafat, yakni konsep Tuhan. Filsafat Ketuhanan al-Kindi berasas metafisika, sedangan filsafat Aristoteles di bangun di atas teori fisika belaka. Ini berarti, konsep Tuhan al-Kindi berdasarkan wahyu sedangan pandangan Aristoteles yang anti-metafisik menelurkan sekularisme.
Karena sumber perbedaan itu dari hal yang paling mendasar, maka secara otomatis konsep-konsep lainnya juga akan berbeda. Sebab, bagi al-Kindi, filsafat paling utama adalah mencari yang benar, yakni konsep tentang ketuhanan. Dari beberapa pemikiran filsafat yang ditekuni, akhirnya Al-Kindi berkesimpulan bahwa filsafat Ketuhananlah yang mendapat derajat atau kedudukan yang paling tinggi dibandingkan dengan lainnya. Ia memandang pembahasan mengenai Tuhan adalah sebagai bagian filsafat yang paling tinggi kedudukannya.







DAFTAR PUSTAKA

Ahmad dan Mudzakir Syadali, Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia, 1999.

Hanafi,  Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 2004.

Nurcholis Majid, Khasanah Intelektual Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1987.

Nasution, Harun Nasution, Islam Rasional, Bandung: Mizan, 1996.

Poerwantana, Seluk Beluk Filsafat Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993.

Sirajudin Zar, Filsafat Islam Filosof dan filsafatnya, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.







[1] Sirajudin Zar, Filsafat Islam Filosof dan filsafatnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h.37.

[2] Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 43.
[3] Sirajudin Zar, Filsafat Islam, h. 43-44.

[4] Poerwantana, Seluk Beluk Filsafat Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), h. 104.
[5] Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 47.

[6] Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 48-49.
[7] Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 47.

[8] Harun Nasution, Islam Rasional, (Bandung: Mizan, 1996), h. 356.
[9] Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 53.

[10] Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 53.

[11] Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 54.
[12] Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 59.
               
[13] Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 60.
[14] Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 61-62.
[15] Ahmad dan Mudzakir Syadali, Filsafat Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 40.
 
;