IMPLEMENTASI IJTIHAD
DALAM
PENERAPAN HUKUM
SYARAK
DISUSUN OLEH :
I K H W A N
TUGAS MATA KULIAH :
METODE PENULISAN KARYA ILMIAH
DOSEN :
DR. H.M. ARIEF HALIM, MA
DR. H.M. ISHAQ SAMAD, MA
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
kami ingin mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberi nikmat pada kami sehingga Makalah ini dapat diselesaikan. Kami juga
ingin mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu kami
dalam pembuatan Makalah ini dan berbagai sumber yang telah kami pakai. Kami mengakui bahwa kami adalah
manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak
ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula dengan
makalah ini yang telah kami selesaikan. Tidak semua hal dapat kami deskripsikan
dengan sempurna dalam makalah ini. Kami melakukannya semaksimal mungkin
dengan kemampuan yang kami miliki, karena kami juga memiliki keterbatasan
kemampuan.
Maka dari itu seperti yang telah
dijelaskan bahwa penulis
memiliki keterbatasan dan juga kekurangan, penulis bersedia menerima kritik dan saran
dari pembaca yang budiman. Penulis akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu
loncatan yang dapat memperbaiki makalah kami di masa datang. Semoga makalah
berikutnya dan makalah yang lain dapat diselesaikan dengan hasil yang lebih
baik.
Dengan menyelesaikan makalah ini penulis mengharapkan banyak manfaat yang
dapat dipetik dan diambil dari makalah ini. Semoga dengan adanya materi dalam
makalah ini dapat menambah wawasan kita semua.
Banda Aceh, 22 Juni 2014
Penulis
Maksalmina
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB
SATU : PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah.................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah........................................................................... 2
C.
Tujuan Penelitian.............................................................................
2
BAB
DUA : PEMBAHASAN......................................................................... 3
A.
Biografi Al-Kindi............................................................................ 3
B.
Pemaduan filsafat dan agama menurut Al-Kindi........................... 4
C.
Konsep filsafat ketuhanan menurut Al-Kindi................................. 6
D.
Konsep filsafat jiwa menurut Al-Kindi.......................................... 7
E.
Pengaruh
Filsafat Al-Kindi terhadap dunia Islam.......................... 9
BAB
TIGA : PENUTUP................................................................................... 11
A.
Kesimpulan........................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
12
BAB
SATU
PENDAHULUAN
Falsafat atau filsafat adalah merupakan kata yang berasal
dari bahasa yunani yaitu philosophia sebagai gabungan dari philein
yang berarti ”cinta“ dan shoppos yang berarti “hikmah“. Kemudian
philosophia masuk kedalam bahasa arab menjadi falsafat yang berarti cara
berfikir menurut kogika dengan bebas, sedalam-dalamnya sampai kepada dasar
persoalan.
Dari segi praktisnya berfilsafat berarti “berfikir“ . filsafat berarti “alam fikiran“
atau alam berfikir”. Namun demikian tidak semua berfikir berarti berfilsafat. Sidi Gazalba mengartikan
“berfilsafat“ berarti mencari kebenaran untuk kebenaran tentang segala sesuatu
yang dimasalahkan, berfikir
secara radikal, sistematis,dan universal. Dapatlah dikatakan bahwa intisari
filsafat ialah berfikir secara logika dengan bebas (tidak terikat pada tradisi,
dogma dan agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan.
Agama yang berarti menguasai diri seorang dan membuat ia
tunduk dan patuh kepada tuhan dengan menjalankan ajaran agama. intisari yang
terkandung didalamnya adalah “ ikatan“. Agama mengandung arti ikatan-ikatan yang harus dipegang dan
dipatuhi manusia. Karena mempunyai pengaruh dalam aktivitas manusia. Dan ikatan
itu, mempunyai kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap dengan panca indra.
Filsafat bagi al-kindi ialah pengetahuan tentang yang benar.
Disinilah terdapat persamaan filsafat dan agama. Tujuan agama ialah menerangkan
apa yang benar apa yang baik.demikian halnya filsafat. Agama, disamping wahyu,
mempergunakan akal,dan filsafat juga menggunakan akal. Yang benar pertama bagi Al-Kindi
ialah Tuhan dan filsafat yang paling tinggi ialah filsafat tentang Tuhan.
Bahkan Al-Kindi berani mengatakan bagi orang yang menolak filsafat, telah
mengingkari kebenaran, dan menggolongkannya kepada “kafir”, karena orang-orang tersebut telah jauh dari
kebenaran, walaupun menganggap dirinya paling benar. Karena keselarasan antara
filsafat dan agama didasarkan pada tiga alasan:(1) ilmu agama merupakan bagian
dari filsafat, (2) wahyu yang diturunkan kepada nabi dan kebenaran filsafat
saling bersesuaian dan,(3) menurut ilmu, secara logika, diperintahkan dalam Agama.
Filsafat Islam memiliki
karakteristik yang berbeda dengan filsafat mana pun di dunia. Lahirnya filsafat
didasarkan pada Alquran sebagai sumber dorongan dan sumber informasi. Akan
tetapi, banyak kesalah fahaman dan anggapan bahwa filsafat Islam itu
bertentangan dengan Alquran dan hadis. Padahal, yang dibicarakan di dalamnya
adalah masalah-masalah yang belum ditemukan dan masih bisa di cari kebenarannya
tentunya yang bersumber dari Alquran dan hadis.
Terkait dengan hal
diatas maka perlu di ungkapkan beberapa bentuk dari filsafat Islam yang juga
terlahir dari khasanah pemikiran orang-orang Islam. Salah satu contoh filosof
dari orang Islam adala Al-Kindi yang akan di jelaskan lanjut di dalam
pembahasan di bawah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Al-Kindi?
2. Bagaimana pemaduan filsafat dan agama menurut
Al-Kindi?
3. Bagaimana konsep filsafat ketuhanan
menurut Al-Kindi?
4. Bagaimana konsep filsafat jiwa menurut
Al-Kindi?
5. Bagaimana
pengaruh
Filsafat Al-Kindi terhadap dunia Islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk menjelaskan bagaimana biografi
Al-Kindi?
2. Untuk menjelaskan bagaimana pemaduan
filsafat dan agama menurut Al-Kindi?
3. Untuk menjelaskan bagaimana konsep filsafat ketuhanan menurut
Al-Kindi?
4. Untuk menjelaskan bagaimana konsep filsafat jiwa menurut
Al-Kindi?
5. Untuk
menjelaskan bagaimana pengaruh
Filsafat Al-Kindi terhadap dunia Islam?
BAB DUA
PEMBAHASAN
A. Biografi Al-Kindi
Al-Kindi,
nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’cup Ibnu Ishaq Ibnu Al-Shabbah Ibnu Imron
Ibnu Muhammad Ibnu Asy’as Ibnu Qais Al-Kindi. Al-Kindi
dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H (801 M) dari keluarga kaya dan
terhormat. Sedikit sekali informasi yang kita peroleh tentang pendidikannya. Ia
pindah dari Kufah ke Basrah, sebuah pusat studi bahasa dan teologi Islam.
Kemudian selagi masih muda, ia menetap di Baghdad, ibu kota kerajaan Bani
Abbas, yang juga sebagai jantung kehidupan intelektual pada masa itu.
Ia sangat tekun
mempelajari berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu, tidaklah heran ia dapat
menguasai ilmu astronomi, ilmu ukur, ilmu alam, astrologi, ilmu pasti, ilmu seni
musik, meteorology, optika, kedokteran, matematika, filsafat, dan politik.
Penguasaannya terhadap filsafat dan disiplin ilmu lainnya telah menempatkan ia
menjadi orang Islam pertama yang berkebangsaan Arab dalam jajaran para filosof
terkemuka. Karena itu pulalah ia dinilai pantas menyandang gelar Failasuf al
‘Arab (filosof berkebangsaan Arab).
Al-Kindi hidup di era
kejayaan Islam Baghdad di bawah kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Tak kurang dari
lima periode khalifah dilaluinya yakni, Al-Amin, Al-Ma’mun, Al-Mu’tasim,
Al-Wasiq dan dan Mutawakkil. Al-Kindi termasuk seorang yang kreatif dan
produktif dalam kegiatan tulis menulis. Untuk lebih jelasnya di bawah ini
dikemukakan beberapa karya tulis Al-Kindi.
1. Fi al falsafat
al-‘Ula
2. Kitab al-Hassi ‘ala
Ta’allum al-Fasafat
3. Risalat ila
al-Ma’mun fi al-‘illat wa Ma’lu
4. Risalat fi Ta’lif
al-A’dad
Unsur-unsur filsafat pada pemikiran
al-kindi ialah:
1.
Aliran Pythagoras tentang matemaika sebagai jalan kearah
filsafat
2.
Pikiran-pikiran Aristoteles dalam soal-soal fisika dan
metafisika meskipun al-kindi tidak sepakat dengan Aristoeles tenang qadimnya
alam.
3.
Pikiran-pikiran Plato salam soal kejiwaan.
4.
Pikiran-pikiran Plato dan Aristoteles bersama-sama dalam
soal etika.
5.
Wahyu dan iman (ajaran –ajaran agama) dalam soal-soal yang
berhubungan dengan Tuhan dan sifat-sifat-Nya.
6.
Aliran Mu’tazilah dalam memuja kekuatan akal manusia dan
dalm menakwilkan ayat-ayat Quran.
B. Pemaduan
Filsafat dan Agama
Salah satu usaha
Al-Kindi memperkenalkan filsafat ke dalam dunia Islam dengan cara mengetuk hati
umat supaya menerima kebenaran walaupun dari mana sumbernya. Menurutnya,
mengakui kebenaran tidak ada sesuatu yang lebih tinggi nilainya selain
kebenaran itu sendiri dan tidak pernah meremehkan dan merendahkan martabat
orang yang menerimanya.
Al-Kindi adalah orang
Islam yang pertama yang mengupayakan pemaduan atau keselarasan antara filsafat
dan agama, atau antara akal dan wahyu. Menurutnya keduanya tidaklah
bertentangan karena masing-masing marupakan ilmu tentang kebenaran. Sedangkan
kebenaran itu adalah satu (tidak banyak). Ilmu filsafat meliputi ketuhanan,
keesaannya, dan keutamaan serta ilmu-ilmu yang mengajarkan bagaimana jalan
memperoleh apa-apa yang bermanfaat. Hal seperti ini juga dibawa oleh para Rasul
Allah dan juga mereka menetapkan keesaan Allah dan memastikan keutamaan yang
diridloi-Nya.
Usaha yang ia lakukan
cukup menarik dan bijaksana. Ia mulai membicarakan kebenaran. Menurutnya kita
tidak boleh malu untuk mengakui kebenaran dan mengambilnya, dari manapun
datangnya, meskipun dari bangsa lain ataupun orang asing.
Sesuai dengan anjuran agama yang mengajarkan bahwa kita wajib menerima
kebenaran dengan sepenuh hati tanpa mempersoalkan sumbernya, sekalipun sumber
tersebut dari orang asing. Kemudian, usaha berikutnya ia masuk pada persoalan
pokok, yakni filsafat. Dalam usaha pemaduannya ini,
Al-Kindi juga
membawakan ayat-ayat Alquran. Menurutnya menerima dan mempelajari filsafat
sejalan dengan Alquran yang memerintahkan pemeluknya untuk meneliti dan
membahas segala fenomena di alam semesta ini. Di antara ayat-ayatnya adalah
sebagai berikut:
“Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang
mempunyai wawasan.” (Al Hasyr: 2)
“Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang
berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah
turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah
mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan
pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh
(terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”
(Al-Baqarah: 164).
Dengan demikian,
Al-Kindi telah membuka pintu bagi penafsiran filosof terhadap Alquran, sehingga
menghasilkan persesuaian antara wahyu dan akal serta antara filsafat dan agama.
Lebih lanjut ia kemukakan bahwa pemaduan antara filsafat dan agama didasarkan
pada tiga alasan berikut.
1. Ilmu agama merupakan
bagian dari filsafat.
2. Wahyu yang
diturunkan kepada Nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian.
3. Menuntut ilmu,
secara logika, diperintahkan dalam agama.
Al-Kindi juga
mengemukakan perbedaan antara filsafat dan agama sebagai berikut:
a.
Filsafat adalah
ilmu kemanusiaan yang dicapai oleh filosof dengan berpikir, belajar, dan usaha
manusiawi. Sementara itu, agama adalah ilmu ketuhanan yang menempati peringkat
tertinggi karena diperoleh tanpa proses belajar, berpikir, dan usaha manusiawi,
melainkan hanya dikhususkan bagi para Rasul yang dipilih Allah dengan
mensucikan jiwa mereka dan memberinya wahyu.
b.
Jawaban filsafat
menunjukkan ketidakpastian (semu) dan memerlukan pemikiran atau perenungan.
Sementara itu, agama (Alquran) jawabannya menunjukkan kepastian (mutlak benar)
dan tidak memerlukan pemikiran atau perenungan.
c.
Filsafat
menggunakan metode logika sedangkan agama menggunakan metode keimanan.
Kesimpulannya, Al-Kindi merupakan pionir dalam melakukan usaha pemaduan antara
filsafat dan agama atau antara akal dan wahyu. Ia melapangkan jalan bagi
Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusd yang dating kemudian. Dalam hal ini dapat
dikatakan bahwa Al-Kindi telah memainkan peran penting di pentas filsafat
Islam.
C. Fisafat
Ketuhanan
Pandang Al-Kindi
tentang ketuhanan sudah disesuaikan dengan ajaran Islam. Hal ini bertentangan
dengan pendapat-pendapat filosof Yunani sebelumnya. Al-Kindi berpendapat bahwa
Tuhan itu ada (wujud) yang sebenar-benarnya, bukan berasal dari tiada kemudian
ada. Ia mustahil tidak ada dan selalu ada dan akan ada selamanya. Tuhan adalah
wujud yang sempurna dan tidak didahului wujud yang lain. Wujud-Nya tidak
berakhir, sedangkan wujud lain disabakan wujud-Nya. Ia Maha Esa dan tidak dapat
dibagi-bagi dan tidak ada zat lain yang menyamai-Nya dalam segala aspek. Ia
tidak melahirkan dan dilahirkan. Dan Tuhan yang Maha Esa itu adala Allah.
Menrut Al-Kindi
benda-benda yang ada di alam ini mepunyai dua hakikat yaitu hakikat juz’iyyah
atau aniyah (sebagian) dan hakikat kulliyah atau mahiyyah (keseluruhan).
Allah dalam filsafat AI-Kindi, tidak mempunyai hakikat dalam arti 'aniah dan
mahiah. Tidak 'aniah karena Allah bukan benda yang mempunyai sifat fisik dan
tidak pula termasuk dalam benda-benda di alam ini. Allah tidak tersusun dari
mater dan bentuk. Akan tetapi, Allah juga tidak mempunyai hakikat dalam bentuk
mahiyah. Bagi Al-Kindi, Allah adalah unik. Ia hanya satu dan tidak ada yang
setara dengan-Nya. Dialah Ying Benar Pertama (al-Haqq al-Awwal) dan Yang Benar
Tunggal (al-Haqq al-Wahid). Selain dari-Nya, semuanya mengandung arti banyak.
Sesuai dengan paham yang
ada dalam Islam, Allah bagi Al-Kindi, adalah Pencipta alam semesta dan
mengaturnya, yang disebut dengan ibda'. Pendapatnya ini berbeda dengan
pandangan Aristoteles yang mengatakan bahwa Allah sebagai Penggerak Pertama
yang tidak bergerak. Di sini terlihat Al-Kindi sekalipun terpengaruh oleh
filsafat Yunani, ia tidak begitu saja menerima ide-ide yang ada di dalamnya,
tetapi ia menyesuaikannya. dengan ajaran Islam. Untuk membuktikan adanya Allah,
Al-Kindi memajukan tiga argumen:
1. Baharunya alam
2. Keanekaragaman dalam
wujud
3. Kerapian alam.
Tentang dalil atau
argumen baharunya alam telah lazim dikenal di kalangan kaum teolog sebelum
Al-Kindi. Akan tetapi, Al-Kindi mengemukakannya secara filosofis. Ia berangkat
dari pertanyaan, apakah mungkin sesuatu menjadi sebab bagi wujud dirinya?
Dengan tegas Al-Kindi menjawab, bahwa itu tidak mungkin karena alam ini
mempunyai permulaan waktu dan setiap yang mempunyai permulaan akan
berkesudahan. Justru itu setiap benda, ada yang menyebabkan wujudnya dan
mustahil benda itu sendiri yang menjadi sebabnya. Ini berarti bahwa alam
semesta baharu dan diciptakan dari tiada oleh yang menciptakannya, yakni Allah.
Tentang argumen yang
kedua, keanekaragaman dalam wujud, kata Al-Kindi dalam alam empiris ini tidak
mungkin ada keanekaragaman tanpa keseragaman atau sebaliknya. Terjadinya
keanekaragaman dan keseragaman ini bukan secara kebetulan, tetapi ada yang
menyebabkan atau yang merancangnya. Sebagai penyebabnya mustahil alam itu
sendiri, dan jika alam yang menjadi sebabnya akan terjadi rangkaian yang tidak
akan habis-habisnya. Sementara itu, sesuatu yang tidak berakhir tidak mungkin
terjadi. Justru itu, sebabnya harus yang berada di luar alam sendiri, yakni Zat
Yang Maha Baik, Maha Mulia, dan lebih dahulu adanya dari alam, yang disebut
dengan Allah SWT.
Dalam uraian di atas,
Al-Kindi menyebut dua sebab: pertama, sebab yang sebenarnya dan aksinya adalah
ciptaan dari ketiadaan. Ia adalah Allah Yang Maha Esa, Pencipta Tunggal alam
semesta. Kedua, sebab yang tidak sebenarnya. Sebab ini adanya lantaran, sebab
lain dan sebab-sebab itu sendiri adalah sebab-sebab dari efek-efek lain.
Sebab-sebab seperti ini jelas berkehendak dan membutuhkan yang lain tanpa
berkesudahan. la bukanlah dinamakan sebab yang menciptakan alam ini.
Tentang argumen yang
ketiga, kerapian alam, Al-Kindi menegaskan bahwa alam empiris ini tidak mungkin
teratur dan terkendali begitu saja tanpa ada yang mengatur dan
mengendalikannya. Pengatur dan pengendalinya tentu yang berada di luar alam dan
tidak sama dengan alam. Zat itu tidak terlihat, tetapi dapat diketahui dengan
melihat tanda-tanda atau fenomena yang terdapat di alam ini. Zat itulah yang
disebut dengan Allah SWT.
D. Filsafat
Jiwa
Kaum filosof Muslim
memakai kata jiwa (al-nafs) pada apa yang diistilahkan Alquran dengan al-ruh.
Kata ini telah masuk ke dalam bahasa Indonesia dalam bentuk nafsu, nafas, dan
roh. Akan tetapi, kata nafsu dalam pemakaian sehari-hari berkonotasi dengan
dorongan untuk melakukan perbuatan yang kurang baik sehingga kata ini sering
dirangkaikan menjadi satu dengan kata hawa, yakni hawa nafsu.
Al-Quran dan hadis Nabi
Muhammad SAW tidak menjelaskan secara tegas tentang roh atau jiwa. Bahkan
Al-Quran sebagai sumber pokok ajaran Islam menginformasikan bahwa manusia tidak
akan mengetahui hakikat roh karena itu adalah urusan Allah dan bukan urusan
manusia (pada surah Al-Isra’: 85) Justru itu, kaum filosof Muslim membahas jiwa
mendasarkannya pada filsafat jiwa yang dikemukakan para filosof Yunani,
kemudian mereka selaraskan dengan ajaran Islam.
Sebagaimana jiwa dalam
filsafat Yunani, Al-Kindi juga mengatakan bahwa jiwa adalah jauhar basith
(tunggal, tidak tersusun, tidak panjang, dalam, dan lebar). Jiwa mempunyai arti
penting, sempurna, dan mulia. Substansinya berasal dari substansi Allah. Hubungannya
dengan Allah sama dengan hubungan cahaya dengan inatahari. Jiwa mempunyai wujud
tersendiri, terpisah, dan berbeda dengan jasad atau badan. Jiwa bersifat
rohani.
Argumen tentang bedanya
jiwa dengan badan, menurut Al-Kindi ialah jiwa menentang keinginan hawa nafsu.
Apabila nafsu marah mendorong manusia untuk melakukan kejahatan, maka jiwa
menentangnya. Hal ini dapat dijadikan indikasi bahwa jiwa sebagai yang melarang
tentu tidak sama dengan hawa nafsu sebagai yang dilarang.
Al-Kindi menolak
pendapat Aristoteles yang mengatakan bahwa jiwa manusia sebagaimana
benda-benda, tersusun dari dua unsur, materi dan bentuk. Materi ialah badan dan
bentuk ialah jiwa manusia. Hubungan jiwa dengan badan sama dengan hubungan
bentuk dengan materi. Bentuk atau jiwa tidak bisa mempunyai wujud tanpa materi
atau badan dan begitu pula sebaliknya materi atau badan tidak pula bisa wujud
tanpa bentuk atau jiwa.
Dalam hal ini pendapat Al-Kindi lebih dekat pada pendapat Plato yang mengatakan
bahwa kesatuan antara jiwa dan badan adalah kesatuan acciden, binasanya badan
tidak membawa binasa pada jiwa.
Al-Kindi juga
menjelaskan bahwa pada jiwa manusia terdapat tiga daya yaitu daya bernafsu yang
terdapat di perut, daya marah yang terdapat di dada, dan daya pikir yang
berpusat dikepala.
Al-Kindi dalam risalahnya menjelaskan akal. la gambarkan akal sebagai suatu
potensi sederhana yang dapat mengetahui hakikat-hakikat sebenarnya dari
benda-benda. Akal, menurutnya, terbagi menjadi tiga macam yaitu:
1. Akal yang selamanya dalam aktualitas.
Akal pertama ini berada di luar jiwa manusia, bersifat Ilahi, dan selamanya
dalam aktualitas. Karena selalu berada dalam aktualitas, akal inilah yang
membuat akal yang bersifat potensi dalam jiwa manusia menjadi aktual.
Sifat-sifat akal ini ialah sebagai berikut:
a. Ia adalah Akal Pertama
b. Ia selamanya dalam aktualitas
c. Ia membuat akal potensial menjadi
aktual berpikir
d. Ia tidak sama dengan akal potensial,
tetapi lain daripadanya
2. Akal yang bersifat potensial, yakni
akal murni yang ada dalam diri manusia yang masih merupakan potensi dan belum
menerima bentuk-bentuk indrawi dan yang akali.
3. Akal yang bersifat perolehan. Ini
adalah akal yang telah keluar dari potensialitas ke dalam aktualitas, dan mulai
memperlihatkan pemikiran abstraksinya. Akan perolehan ini dapat dicontohkan
dengan kemampuan positif yang diperoleh orang dengan belajar, misalnya tentang
bagaimana cara menulis.
E.
Pengaruh Filsafat Al-Kindi Terhadap
Dunia Islam
Al-Kindi sebagai kunci pertama pembuka gerbang filsafat
dunia islam. Melalui usahanya ini Al-Kindi berhasil membuka jalan bagi kaum
muslimin untuk menerima filsafat. Al-Kindi memiliki pengaruh dan kostribusi
besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di dunia islam. Sejarah
membuktikan, prestasi yang telah di ukir Al-Kindi menjadikan dirinya dinobatkan
sebagai filosof muslim kenamaan yang sejajar dengan para pemikir raksasa
lainnya. Ia adalah filosof pertama islam yang menyelaraskan agama dengan
filsafat.
Ia melicinkan jalan bagi al-farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rusyd.
Ia memberikan dua pandangan yang berbeda. Yang pertama mengikuti jalur ahli
logika, dan memfilsafatkan agama. Yang kedua, memandang agama sebagai ilmu
ilahiyah dan menempatkannya di atas filsafat. Ilmu ilahiyah diketahui lewat
jalur para nabi. Tetapi melalui penafsiran para filosofis, agama jadi selaras
dengan filsafat. Kebesaran Al-Kindi telah dibuktikan dengan pengaruh Al-Kindi
terhadap kemajuan peradaban islam, kemajuan ilmu pengetahuan di dunia islam
yang dipelopori oleh Al-Kindi ini telah mengantarkan Al-Kindi dan
karya-karyanya menghiasi kerajaan Al- Mu’tasim. Pemikiran Al-Kindi telah banyak
menginspirasikan banyak para pemikir lain pada masa itu. Hal itu dibuiktikan
oleh Gerad dari Cremona ke dalam bahasa latin. Karya-karya itu sangat
mempengaruhi Eropa pada abad pertengahan.
BAB TIGA
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sebagaimana
telah diketahui, Al-Kindi banyak mempelajari filsafat Yunani, maka dalam
pemikirannya banyak kelihatan unsur-unsur filsafat Yunani itu. Oleh karena
pemikiran Al-Kindi banyak mendapat pengaruh filsafat Yunani, maka sebagian
penulis berpendapat bahwa al-Kindi mengambil alih seluruh filsafat Yunani.
Tetapi bila
pemikirannya dipelajari dengan seksama, tampak bahwa pada mulanya Al-Kindi
mendapat pengaruh pikiran filsafat Yunani, tetapi akhirnya ia mempunyai posisi
sendiri. Yang diadopsi oleh al-Kinī adalah peminjaman istilah seperti
istilah Filsafat Pertama oleh al-Kindī dalam karyanya dinamakan al-Falsafah
al-‘Ūlā, sifat Tuhan diungkapkan dengan ungkapan-ungkapan negative, serta
pembagian alam atas dan alam bawah, agen pertama sebagai Sebab Pertama adalah
teori yang diambil dari Neoplatinus. Kesimpulan genaralnya, yang dilakukan al-Kindi adalah
adapsi, buktinya ia memiliki gagasan-gagasan baru yang ternyata bersebrangan
dengan Aristoteles. Ternyata, sumber utama perbedaaan tersebut pada aspek yang
sangat elementer dalam filsafat, yakni konsep Tuhan. Filsafat Ketuhanan
al-Kindi berasas metafisika, sedangan filsafat Aristoteles di bangun di atas
teori fisika belaka. Ini berarti, konsep Tuhan al-Kindi berdasarkan wahyu
sedangan pandangan Aristoteles yang anti-metafisik menelurkan sekularisme.
Karena sumber perbedaan itu dari hal
yang paling mendasar, maka secara otomatis konsep-konsep lainnya juga akan
berbeda. Sebab, bagi al-Kindi, filsafat paling utama adalah mencari yang benar,
yakni konsep tentang ketuhanan. Dari beberapa pemikiran filsafat yang ditekuni,
akhirnya Al-Kindi berkesimpulan bahwa filsafat Ketuhananlah yang mendapat
derajat atau kedudukan yang paling tinggi dibandingkan dengan lainnya. Ia memandang
pembahasan mengenai Tuhan adalah sebagai bagian filsafat yang paling tinggi
kedudukannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad
dan Mudzakir Syadali, Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia, 1999.
Hanafi, Pengantar Filsafat Islam. Jakarta:
Bulan Bintang, 2004.
Nurcholis
Majid, Khasanah Intelektual Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1987.
Nasution,
Harun Nasution, Islam Rasional, Bandung: Mizan, 1996.
Poerwantana,
Seluk Beluk Filsafat Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993.
Sirajudin
Zar, Filsafat Islam Filosof dan filsafatnya, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004.